Wednesday, 22 April 2009

Risalah hayatus sahabah - Aisyah Binti Abu Bakar rha


Seorang gadis kecil periang berumur sembilan tahun sedang gembira bermain-main dengan teman-temannya. Tiba-tiba beberapa orang yang sudah agak tua muncul dari sebuah rumah yang berhampiran datang ke tempat anak-anak tadi bermain. Mereka lalu membawa anak gadis itu pulang, memberinya pakaian yang rapi, dan malam itu juga, gadis itu dinikahkan dengan seorang yang paling agung di antara manusia, Nabi ummat akhir zaman. Suatu penghormatan paling unik yang pernah diterima seorang wanita. Aisyah rha adalah salah seorang putri tersayang Sayidina Abu Bakar ra, sahabat Nabi yang setia, yang kemudian menggantikan Nabi sebagai Khalifah Islam yang pertama.

Aisyah rha. lahir di Mekkah 614 Masihi, delapan tahun sebelum permulaan zaman Hijrah. Orangtuanya sudah memeluk agama Islam. Sejak mulai kecil anak gadis itu telah dididik sesuai dengan tradisi paling mulia - agama Islam - dan dengan sempurna dipersiapkan dan diberinya hak penuh untuk kemudian menduduki tempat yang mulia. Beliau menjadi isteri Nabi selama sepuluh tahun. Masih muda sewaktu dinikahkan dengan Nabi, tetapi beliau memiliki kemampuan yang sangat baik sehingga dapat menyesuaikan diri dengan tugas barunya. Kehadirannya membuktikan bahwa beliau seorang yang bijak dan setia, dan sebagai istri, sangat mencintai tokoh dermawan paling besar bagi umat manusia.

Di seluruh dunia, beliau diakui sebagai pembawa riwayat paling otentik bagi ajaran Islam seperti apa yang telah disunahkan oleh suaminya. beliau dianugerahi ingatan yang sangat tajam, dan mampu mengingat segala pertanyaan yang diajukan para tamu wanita kepada Nabi, serta juga mengingat segenap jawapan yang diberikan oleh Nabi. Diingatnya secara sempurna semua yang disampaikan Nabi kepada para delegasi dan jemaah di masjid. Karana kamar Aisyah itu bersebelahan dengan masjid, dengan cermat dan tekun ia mendengarkan dakwah, ta'lim, dan mudzakarah Nabi dengan para sahabat dan orang-orang lain. Ia mengajukan juga pertanyaan-pertanyaan kepada Nabi tentang soal-soal yang sulit dan rumit sehubungan dengan ajaran agama Islam. Hal-hal inilah yang menyebabkan beliau menjadi ilmuwan dan periwayat yang paling besar dan paling otentik bagi sunnah Nabi dan ajaran Islam.

Aisyah tidak ditakdirkan hidup bersama-sama dengan Nabi untuk waktu yang lama. Pernikahannya itu berlangsung hanya sepuluh tahun saja. Tahun 11 Hijrah, 632 Masihi, menyaksikan kewafatan Nabi saw dan dimakamkan di kamar yang dihuni Aisyah. Nabi digantikan oleh seorang sahabat yang setia, Abu Bakar ra, sebagai khalifah islam yang pertama. Aisyah terus menduduki urutan pertama, dan setelah Fathima rha. meninggai dunia di tahun 11 Hijrah, Aisyah dianggap sebagai wanita yang paling penting di dunia Islam. Tetapi ayahnya, Abu Bakar, tidak berumur panjang. beliau meninggal dunia dua setengah tahun setelah kewafatan Nabi. Selama kekuasaan Umar al-Faruq, khalifah yang kedua, Aisyah menduduki posisi sebagai ibu utama di seluruh daerah-daerah Islam yang berkembang secara cepat dan semakin meluas. Orang yang datang untuk meminta nasihat-nasihatnya yang bijaksana tentang segala hal yang penting. Setelah itu menyaksikan khalifah Umar ra terbunuh dan kemudian Khalifah Usman.

Dua peristiwa kesyahidan tersebut telah mengguncangkan sendi-sendi Islam, dan menjurus kepada perpecahan yang tragik di kalangan umat Islam. Keadaan itu sangat merugikan agama yang sedang tersebar luas dan berkembang dengan cepat, yang pada waktu itu telah menjalar sampai ke batas pegunungan Atlas di sebelah Barat, dan ke puncak-puncak Hindu Kush di sebelah Timur. Aisyah ra tidak dapat mendiamkan diri sebagai penonton dalam menghadapi keadaan pepecahan umat dikala itu. Dengan sepenuh hati beliau membela mereka yang menuntut balas atas kesyahidan khalifah yang ketiga. Di dalam Perang Unta, suatu pertempuran melawan Ali, khalifah yang keempat, pasukan Aisyah kalah dan beliau terus mundur ke Madinah di bawah perlindungan pengawal yang diberikan oleh putra khalifah sendiri. Beberapa orang sejarawan yang menaruh minat terhadap peristiwa itu, baik yang Muslim maupun yang bukan, memberikan kritik kepada Aisyah dalam pertempuran melawan Ali. Tetapi tidak seorang pun yang meragukan kesungguhan hati dan keyakinan Aisyah untuk menuntut balas bagi darah Usman.

Aisyah menyaksikan berbagai perubahan yang dialami oleh Islam selama tiga puluh tahun kekuasaan khalifah yang saleh. beliau meninggal dunia tahun 678 Masehi. Ketika itu kekuasaan berada di tangan Muawiyah. Penguasa ini amat takut kepada Aisyah dengan kritik-kritiknya yang pedas berkenaan dengan negara Islam yang secara politis sedang berubah itu. Ibu Utama agama Islam ini terkenal dengan bermacam ragam sifatnya kesalehannya, umurnya, kebijaksanaannya, kesederhanaannya, kemurahan hatinya, dan kesungguhan hatinya untuk menjaga kemurnian riwayat sunnah Nabi. Kesederhanaan dan kesopanannya segera menjadi obor penyuluh bagi wanita Islam sejak waktu itu juga. Ia menghuni ruangan yang berukuran kurang dari 12 X 12 kaki bersama-sama dengan Nabi. Ruangan itu beratap rendah, terbuat dari batang dan daun kurma, diplester dengan lumpur. Pintunya cuma satu, itu pun tanpa daun pintu, dan hanya ditutup dengan secarik kain yang digantungkan di atasnya.

Selama masa hidup Nabi, jarang sekali Aisyah ra tidak kekurangan makan. Pada malam hari ketika Nabi mengembuskan nafasnya yang terakhir, Aisyah tidak mempunyai minyak. Waktu Khalifah Umar berkuasa, isteri dan beberapa sahabat Nabi mendapatkan tunjangan yang cukup besar tiap bulannya. Aisyah jarang menyimpan duit atau pemberian yang diterimanya sampai keesokan harinya, karana semuanya itu segera dibagikan kepada orang-orang yang memerlukannya. Pada suatu hari di bulan Ramadhan, waktu Abdullah ibn Zubair menyerahkan sekantung duit sejumlah satu lakh dirham, Aisyah membagikan duit itu sebelum waktu berbuka puasa.

Aisyah ra pada zamannya terkenal sebagai orator. Pengabdiannya kepada basyarakat, dan usahanya untuk mengembangkan pengetahuan orang tentang sunnah dan fiqh, tidak ada tandingannya di dalam catatan sejarah Islam. Jika orang menemukan persoalan mengenai sunnah dan fiqh yang sukar untuk dipecahkan, soal itu akhirnya dibawa kepada Aisyah, dan kata kata Aisyah ra menjadi keputusan terakhir. Kecuali Ali, Abdullah ibn Abbas dengan Abdullah ibn Umar, Aisyah juga termasuk kelompok intelektual di tahun-tahun pertama Islam.

Ibu Agung Agama Islam ini mengembuskan nafasnya yang terakhir 17 Ramadhan, 58 Hijriah (13 July, 678 Masehi). Kematiannya menimbulkan rasa duka terutamanya penduduk di Madinah dan di seluruh dunia Islam. Aisyah rha. bersama Khadijah rha. dan Fathima az-Zahra rha. dianggap sebagai wanita yang paling menonjol di kalangan wanita Islam. Kebanyakan para ulama' menempatkan Fathimah rha. di tangga teratas, diikuti oleh Khadijah rha, dengan Aisyah rha sebagai yang terakhir. Tapi ulama ibn Hazim malah menempatkan Aisyah rha. nomor dua sesudah Nabi Muhammad SAW, di atas semua isteri, sahabat, dan rekan-rekannya. Menurut Allama ibn Taimiya, Fathimahlah yang berada di tempat teratas, karena beliau adalah anak yang paling disayangi Nabi, Khadijah itu agung karena dialah orang pertama yang memeluk agama Islam. Tetapi, tidak seorang pun yang menandingi Aisyah mengenai peranannya dalam menyebarluaskan ajaran Nabi.

0 comments:

Post a Comment

 

Type Risalah Copyright © 2008 Art Template by Rois's Blogger Template