Tuesday, 9 June 2009

Risalah sahabiah - Sumayyah binti Khayyat -radhiallaahu 'anha-


Sumayyah binti Khayyat, adalah seorang hamba sahaya dari Abu Hudzaifah bin Mughiroh. Beliau telah dinikahi oleh Yasir, seorang pendatang yang kemudiannya menetap di Mekkah kerana hidup sebatang kara. mereka hidup sedemikian adalah kerana sewaktu itu islam masih lagi baru bertapak di waktu zaman jahiliah.

Sumayyah dan suminya yasir adalah sahabat rasulullah saw, dan tokoh yang kita bicarakan ini hidup dibawah kekuasaan bani mahkzum yaitu sebagai hamba, walaupun begitu mereka adalah pasangan suami isteri yang hidup bersama dalam suasana yang tenteram. Hasil dari pernikahan tersebut, mereka dikurniakan dua orang anak, yaitu ‘Ammar dan Ubaidullah

Tatkala ‘Ammar hampir meningkat dewasa dan sempurna sebagai seorang lelaki beliau telah memeluk agama baru yang didakwahkan oleh Muhammad bin Abdullah shallallâhu 'alaihi wa sallam kepada beliau. ini adalah kerana tertarik dengan keindahan islam dan ajaran yang dibawa oleh baginda nabi saw

Pabila Ammar memeluk agama islam beliau terus kembali ke rumahnya dan menemui kedua orang tuanya dalam keadaan yang merasakan lazatnya iman yang telah terpatri dalam jiwanya beliau menceritakan kejadian yang beliau alami hingga pertemuannya dengan Rasulullah shallallâhu 'alaihi wa sallam, kemudian menawarkan kepada keduanya untuk mengikuti dakwah yang baru tersebut. Ternyata Yasir dan Sumayyah menyahut dakwah yang penuh berkah tersebut dan bahkan mengumumkan keislamannya sehingga Sumayyah menjadi orang ketujuh yang masuk Islam.

Dari sinilah dimulai sejarah yang agung bagi Sumayyah yang bertepatan dengan permulaan dakwah Islam dan sejak fajar terbit untuk pertama kalinya.

Bani Makhzum mengetahui akan hal demikian, karena ‘Ammar dan keluarganya tidak memungkiri bahwa mereka telah masuk Islam bahkan mengumumkan keislamannya dengan kuat sehingga orang-orang kafir mengetahui lantas menentang dan memusuhi mereka.

Bani Makhzum segera menangkap keluarga Yasir dan menyiksa mereka dengan bermacam-macam siksaan agar mereka keluar dari agama yang dianutinya. Mereka memaksa dengan cara menyeret mereka ke padang pasir tatkala cuaca sangat panas dan menyengat. Mereka membuang Sumayyah ke sebuah tempat dan menaburinya dengan pasir yang sangat panas, kemudian meletakkan diatas dadanya sebongkah batu yang berat, akan tetapi tiada terdengar rintihan ataupun ratapan melainkan ucapan Ahad….Ahad…., beliau ulang-ulang kata tersebut sebagaimana yang diucapkan juga oleh Yasir, ‘Ammar dan Bilal.

Suatu ketika Rasulullah shallallâhu 'alaihi wa sallam menyaksikan keluarga muslim tersebut yang tengah tersiksa secara kejam, maka beliau menengadahkan tangannya ke langit dan berseru :
“Bersabarlah keluarga Yasir karena sesungguhnya tempat kembali kalian adalah surga”


Sumayyah mendengar seruan Rasulullah shallallâhu 'alaihi wa sallam, maka beliau bertambah tegar dan optimis dengan kewibawaan imannya. Dia mengulang-ulang dengan berani: “Aku bersaksi bahwa engkau adalah Rasulullah dan aku bersaksi bahwa janjimu adalah benar”.

Sehingga bagi beliau kematian adalah sesuatu yang diingini dalam rangka memperjuangkan aqidahnya. Di hatinya telah dipenuhi kebesaran Allah ‘Azza wa Jalla, maka dia berangapan bawha penderitaan ini adalah suatu yang kecil dan setiap siksaan yang dilakukan oleh para Thaghut yang zhalim ini, tidak kuasa menggeserkan keimanan dan keyakinan mereka sekalipun hanya sebesar zarah.

Sementara Yasir telah mengambil keputusan sebagaimana yang beliau melihat dan mendengar dari istrinya. Sumayyah bersama-sama dengan suaminya telah berazam untuk redha dengan keseksaan ini untuk meraih apa yang telah dijanjikan oleh Rasulullah shallallâhu 'alaihi wa sallam.

Tatkala para Thaghut telah berputus asa mendengar ucapan yang senantiasa diulang-ulang oleh Sumayyah maka musuh Allah, Abu jahal meneruskan kebiadabannya untuk menyiksa Sumayyah dengan menusukkan sankur yang berada dalam genggamannya ke tubuhnya. Maka terbanglah nyawa sumayyah dari raganya yang penuh dengan keimanan. Dan beliau adalah wanita yang pertama yang syahid dalam Islam. Beliau gugur setelah memberikan contoh yang baik lagi mulia bagi kita dalam hal keberanian dan keimanannya, yang mana beliau telah mengerahkan segala apa yang beliau miliki, dan menganggap remeh kematian dalam rangka memperjuangkan imannya. Beliau telah mengorbankan nyawanya yang mahal dalam rangka meraih keridhaan Rabb-nya. “Dan mendermakan jiwa adalah puncak tertinggi dari kedermawanan”.

(diolah oleh Typerisalah dan diambil dari buku Mengenal Shahabiah Nabi shallallâhu 'alaihi wa sallam dengan sedikit perubahan, penerbit Pustaka AT-TIBYAN)

0 comments:

Post a Comment

 

Type Risalah Copyright © 2008 Art Template by Rois's Blogger Template